Minggu, 03 Februari 2013

 “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.... (QS. Al-Alaq (96): 1-5)”
Ayat diatas menyiratkan bahwa membaca dan menulis adalah suatu fitrah manusia. Membaca dan menulis adalah perantara pengajaran Allah atas manusia. Media bagi kita dalam menggali dan menginventarisasi ilmu Allah yang luas tersebar di dunia. Ya, sekiranya lautan menjadi tinta untuk menulis ilmu Allah, maka habislah lautan itu sebelum ilmu Allah habis ditulis, meskipun lautan itu ditambahkan lagi (QS. Al-Kahfi (18): 109).
Semua orang memiliki hasrat untuk meluapkan apa yang ia rasakan dan alami dalam hidupnya. Tapi sering kali kebanyakan orang lupa akan media yang pas untuk menumpahkan perasaannya. Pengalaman yang ia alami sering pula menguap dan terlupakan begitu saja. Padahal Allah swt. telah menganugerahkan kita kemampuan dahsyat, yakni “menulis”.
Ada beberapa penyebab kita sering melupakan atau sengaja melupakan “senjata pena” kita.  Diantaranya yaitu anggapan bahwa kegiatan menulis memerlukan bakat luar biasa. Bakat yang hanya dimiliki orang-orang langka di dunia ini. Menulis akhirnya menjadi aktivitas eksklusif orang-orang-orang tertentu saja.
Senada dengan yang dikatakan Edy Zaqeus (2005: 30), soal mampu atau tidak mampu, bakat atau tidak bakat, kadang itu hanya soal konstruksi mental atau keliru sama sekali. Esensinya tetap pada soal motivasi dan konstruksi mental kita. Jika konstruksi mental kita sudah tidak pas, biasanya memang akan sulit melihat peluang-peluang yang ada. Jadi, yang diperlukan adalah kebulatan tekad untuk menulis. Bila perlu belajar menulis mulai nol. Tekun berlatih menulis apa saja, memukan tema-tema yang menarik perhatian kita, serta menggunakan teknik-teknik yang tepat sesuai dengan kemampuan kita. Lebih lanjut Edy Zaqeus (2005: 35) memberikan beberapa tips untuk membumbungkan motivasi menulis kita, diantaranya yaitu:
1.     Jangan memvonis diri tidak bakat atau tidak mampu menulis.
2.     Hilangkan anggapan-anggapan atau keyakinan yang salah mengenai proses penulisan.
3.     Bongkar lagi segala hal yang pernah Anda hasilkan dan berbau tulisan. Itu bukti Anda punya bakat dan kemampuan menulis.
4.     Miliki hasrat besar, tekad, dan kemauan untuk mempelajari teknik-teknik yang tepat.
5.     Temukan model tulisan dan pengarang yang bisa Anda jadikan sebagai model atau sumber motivasi.

Mari kita bangunkan jiwa penulis dalam diri kita. Mari kita berlatih dan terus berlatih menulis. Ya, meskipun tulisan kita belum dimuat media atau pun belum naik cetak di penerbit. Jangan patah arang. Kegagalan adalah awal dari kesuksesan bukan? Lagi pula, berkarya tulis bukan hanya untuk itu bukan? Ya, menulis adalah fitrah, niatkanlah ibadah, buat dunia mencerah....
“Anda tidak menjadi penulis kelas dua di bawah siapapun. Anda menjadi yang terbaik untuk diri Anda sendiri. Anda memiliki satu hal yang layak jual sebagai seorang penulis, yaitu sudut pandang. Sudut Pandang Anda adalah sebuah cara unik untuk melihat dunia berdasarkan seluruh pengalaman Anda dan bagaimana cara Anda merasakan dunia seputar Anda (Viki King).” (Fiqh/GPM) 

0 komentar: