Jumat, 18 Oktober 2013

Pramuka sudah tidak relevan, pramuka hanya sekedar tepuk-tepuk, nyanyian, dan permainan? Maukah praja muda sekalian dicap demikian? Padahal jika ditelisik, belum ada kiranya organisasi yang berperan sekompleks Gerakan Pramuka bukan? Lihat saja, berbagai sektor kehidupan yang tercakup dalam kepramukaan. Mulai moralitas yang termaktub dalam satya dharma, live skill dalam TKU dan TKK dalam gudep, serta krida dalam saka, leadership, pola pendidikan, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, perlu digencarkan media jurnalistik pramuka (scout journalism). Dibutuhkan agen-agen penyampai pesan-pesan luhur kepramukaan. Serba-serbi pramuka yang sangat kompleks perlu di-share ke khalayak, sehingga tidak terkesan sempit seperti yang distigmakan. Belum lagi berbagi rupa perasaan dan keseruan dalam berpramuka.  Sayang sekali jika hanya disimpan dalam memori sendiri.  Tindak tanduk perjuangan kini akan menjadi prasasti yang dikenang nanti. Bianglala Keasyikan dan keseruan selama terjun dalam berbagai kegiatan kepramukaan akan tersebar dan terdokumentasikan.

Namun, output-output kemediaan yang diproduk juga harus dikembangkan. Tehnik kepenulisan dan muatan pesan yang disampaikan juga harus diasah. Jalannya, budayakan tulis menulis. Namun tidak hanya itu. Kualitas tulisan tidak hanya dipengaruhi kuantitas menulis, tetapi juga dengan membaca. Kecerdasan praja muda sekalian terasah dalam hal ini.
Perlu kesadaran kolektif dalam berliterasi (baca-tulis). Ya, jangan hanya berpangku tangan dengan sosok  individu-individu tertentu. Karna bila sosok itu hilang, gerakan pun akan kehilangan arah. Bahkan bisa-bisa oleng dan mati. Jiwa-jiwa pembelajar harus dilahirkan. Program pelatihan  harus dicanangkan, disamping belajar secara personal.
Agen-agen tersebut juga bertindak sebagai pengembang kepramukaan (scout developer). Pramuka harus dikawinkan dengan kebutuhan aktual masyarakat. Dirumuskannya kepramukaan silam tentunya disesuaikan dengan kondisi sosio-kultural kaula muda dan kemasyarakatan kala itu. Sangat riskan bila kita sudah puas dengan konsep pramuka tempo dulu. Keterampilan kita dalam meramu kepramukaan yang sesuai semangat zaman perlu dipertanyakan.
Dunia literasi (baca-tulis) dapat kita lirik sebagai orientasi gerak. Sifat media literasi yang cenderung bertahan lama,  dapat tersebar mudah dan luas, serta dapat dinikmati oleh semua strata cocok sebagai oase permasalahan di atas. Literasi yang dimaksud secara sederhana dapat dipahami ha-hal yang berkaitan dengan baca-tulis. Hah, baca-tulis? Aduh kak, kak, belum baca aja saya udah pusing, apa lagi suruh nulis. Apa ada yang merasa seperti itu? Hmmm, leterasi abad 21 ini sudah beda men! Kontennya sudah dikemas secara menarik. Dus, tidak melulu bekutat dengan perbukuan doang! Medianya pun sudah banyak dalam bentuk online.
             Gugus Depan Komunitas Literasi Museum Mandiri Jakarta dapat dijadikan tauladan dalam hal ini (silahkan googling lebih rinci), mereka telah eksis dengan literasinya. Kita juga punya Gudep Komunitas Gerakan Pramuka Menulis (GPM), namun gerakannya yang masih maju mundur perlu bantuan dari Anda sekalian. Inisiatif Saka Bhayangkara Brawijaya Srono untuk membuat buletin TRIBI juga patut diapresiasi dan ditauladani. Ya, tinggal komitmen untuk istiqamahnya saja yang perlu disoroti. Semoga dan Wilujeng TRIBI! (Kak Fiqh/GPM)

*) Dimuat di Buletin Tribi, SBY Brawijaya Srono, vol. 1.

0 komentar: